Khamis, 7 Mac 2013

Sir Alex Ferguson


 

Alexander Chapman Ferguson lahir di distrik Govan, kota Glasgow, Skotlandia pada 31 Desember 1941. Anak dari pasangan Alexander Beaton Ferguson, seorang buruh galangan kapal, dan Elizabeth Hardie, yang bekerja sebagai buruh pabrik, ini tumbuh besar dalam keluarga yang mencintai sepakbola. Ayah Fergie adalah seorang militan Glasgow Celtics, salah satu raksasa sepakbola Skotlandia. Sebuah hal yang mau tak mau menumbuhkan kecintaan Fergie pada si kulit bundar.
Fergie kecil bersama adik dan kedua orangtuanya :3
Pada masa kecilnya, Fergie dibesarkan dalam keluarga yang sangat menjunjung tinggi toleransi dan menghargai adanya perbedaan. Asal tahu saja, Ayah dan Ibu Fergie adalah pasangan yang berbeda agama. Ayahnya diketahui sebagai penganut taat Katolik, sementara sang Ibu beragama Protestan. Perbedaan juga ditemui dalam hal fanatisme pada sepakbola. Meski sang ayah adalah seorang militan setia Glasgow Celtics, Fergie lebih memilih menjadi fans Glasgow Rangers, seteru abadi Celtics. Bersama sang adik, Martin Ferguson, Fergie mantap menjadi pendukung setia Rangers dan rela menjadi "musuh" sang ayah tiap laga Old Firm Derby dihelat.

Fergie muda tumbuh dalam lingkungan distrik Govan yang terkenal sebagai salah satu distrik paling keras di daerah Glasgow lantaran kebanyakan penghuninya adalah kaum buruh dan pekerja tambang. "Kebanyakan teman-teman sebayaku hidupnya berakhir di penjara atau menjadi pemabuk." kata Fergie ketika diminta mendiskripsikan lingkungan tempat tinggalnya. Govan memang dikenal sebagai daerah yang memiliki tingkat kepatuhan hukum paling rendah di seluruh daratan Skotlandia pada waktu itu. Lingkungan yang keras ini sedikit banyak membentuk karakter Fergie sehingga di kemudian hari bisa menjadi pemain serta manager yang sukses. FYI, beberapa manager legendaris ranah Britania seperti Matt Busby, Bob Paisley dan Bill Shankly juga dibesarkan di lingkungan pekerja tambang dan buruh. Fergie sendiri mengakui kalau tumbuh besar di lingkungan pekerja kasar membuatnya sering berinteraksi dengan pelbagai macam karakter manusia. Hal tersebut membuatnya mudah untuk menangani karakter berbeda dari masing-masing pemainnya ketika menjadi manajer kelak.
Fergie muda dan dua orang teman sepermainannya
Dibesarkan di lingkungan yang kurang kondusif ikut membuat kehidupan sekolah Fergie tidak terlalu mulus. Mengawali pendidikan dari bangku sekolah Broomloan Road Primary, salah satu sekolah terburuk di Skotlandia, Fergie bukanlah seorang pelajar yang pandai, bahkan cenderung bodoh. Nilai pelajarannya hanya pas-pasan dan juga terkenal sebagai murid yang sering menyontek pekerjaan temannya. Puncaknya ketika berusia 16 tahun, dia divonis tidak cakap untuk meneruskan sekolah umumnya dan harus berhenti dari bangku sekolah. Sebuah pukulan sekaligus menjadi titik balik baginya untuk merajut masa-masa kejayaannya, di bidang lain tentunya, yakni: sepakbola. Semasa sekolahnya Fergie juga dikenal sebagai murid bengal, beberapa contoh kenakalannya antara lain seperti memecahkan kaca gymnasium sekolahnya, minum minuman beralkohol bersama teman-temannya sampai mabuk, serta berkelahi di sebuah kelab snooker.
Tim sepakbola sekolah Fergie
Tak dapat melanjutkan sekolahnya lagi, Fergie pun memantapkan diri untuk serius berkarir di bidang sepakbola. Di sekolahnya, Fergie memang sudah menunjukkan bakatnya sebagai pesepakbola handal. Ia kerap menjadi tumpuan gol di tim sekolahnya serta menjadi pahlawan dengan gol-golnya dalam kejuaraan-kejuaraan yang diikuti sekolahnya. Pada tahun 1957, bersama Queen's Park, sebuah klub sepakbola amatir di Glasgow, Fergie muda merintis karir sepakbolanya sebagai pemain. Dengan menempati posisi striker, Fergie sanggup mengemas 13 gol dari total 32 penampilannya selama 3 tahun memperkuat Queen's Park. Dia dan tiga orang teman karibnya, yaitu Duncan Peterson, Jim McMillan dan Tommy Hendry membentuk kuartet maut yang dijuluki The Four Musketeers yang ditakuti lawan-lawannya di lapangan. Bakatnya kemudian terendus oleh St.Johnstone yang kemudian diperkuatnya selama 4 musim.

Tim legendaris St.Johnstone yang pernah membantai Glasgow Rangers 1-3 di Ibrox Park
Tahun 1961, tepatnya tanggal 21 Desember, Fergie yang saat itu masih berstatus sebagai pemain debutan di kompetisi Liga Skotlandia, mengguncang ranah sepakbola Skotlandia ketika berhasil mencatatkan hattrick ke gawang raksasa sepakbola Skotlandia, Glasgow Rangers di kandang mereka sendiri, Ibrox Park. Padahal pada masa itu, nyaris tak ada tim yang mampu menyaingi superioritas Rangers. Jangankan meraih kemenangan di Ibrox Park, sekedar tidak kalah dari Rangers pun adalah pekerjaan yang sangat berat bagi tim-tim lain kala itu. Tapi Fergie pada musim debutnya malah membuat hattrick dan berhasil membawa St.Johnstone meraih kemenangan pertamanya atas Rangers sepanjang sejarah mereka. Kontan saja, nama Alex Ferguson mulai dielu-elukan publik Skotlandia dan digadang-gadang sebagai calon bintang besar sepakbola Skotlandia. Empat musim yang gemilang bersama The Saints (julukan St.Johnstone) Fergie kemudian pindah ke Dunfermline United dan mencapai puncak karirnya disana.

He's on the headline! "The Man Who Shook Rangers"
Musim debutnya bersama Dunfermline (Tahun 1964-1965) berjalan cukup baik dengan berhasil membawa klub tersebut mencapai final Piala Skotlandia, sebelum akhirnya takluk 2-3 dari tangan Glasgow Celtics. Fergie sendiri tidak dimainkan pada final tersebut tanpa alasan yang jelas, hal ini membuat suporter Dunfermline menghujat habis-habisan manager mereka berkat keputusannya itu. Cukup beralasan karena dalam perjalanannya ke final, Fergie adalah pahlawan sekaligus top scorer tim. Selain itu, keputusan membangkucadangkan Fergie ini menimbulkan banyak pertanyaan karena keluar hanya satu jam jelang pertandingan dimulai, padahal waktu itu Fergie sedang dalam kondisi bugar dan tak terkendala cedera. Gara-gara kejadian ini Fergie mengaku mendapat pelajaran penting, bahwa "Seorang manager yang baik tidak akan membuat keputusan radikal dengan mencadangkan pemain yang tengah berada dalam top form-nya, karena akan mengganggu mental dan harmonisasi tim yang sudah terbentuk. Kalaupun terpaksa harus melakukan perubahan, hal tersebut harus didiskusikan dahulu dengan pemainnya." begitu kata Fergie mengenang kejadian tersebut.

Pada musim keduanya bersama Dunfermline, ia berhasil keluar sebagai pencetak gol terbanyak Liga Skotlandia bersama Joe McBride dengan torehan 31 gol. Prestasi ini akhirnya mengantarkan Fergie ke klub impiannya sejak kecil, Glasgow Rangers. Masa-masa di Rangers ternyata tidak begitu menyenangkan bagi Fergie. Ia sering dibangku cadangkan dan berlatih dengan tim junior. Hal ini membuat Fergie merasa tidak betah dan hanya bertahan selama dua musim bersama Rangers. Ia kemudian ditawari pindah oleh klub Inggris, Nottingham Forest, akan tetapi istrinya, Cathie saat itu tidak menyetujui kepindahan mereka ke Inggris. Akhirnya, pada tahun 1969, Fergie memutuskan untuk pindah ke klub Falkirk. Di sini Fergie dipromosikan dengan mendapat jabatan sebagai pelatih merangkap pemain (player-coach). Namun masa kepelatihannya di sini tak bertahan lama karena kemudian jabatannya digantikan oleh John Prentice pada tahun 1973. Ferguson kemudian hengkang ke Ayr United dimana ia bermain disana semusim sampai akhirnya pensiun sebagai pemain pada tahun 1974. Sepanjang karirnya sebagai pemain, Ferguson telah mencetak total 170 gol dalam 317 pertandingan.

Puncak karir Fergie di Dunfermline United
Terhitung sejak Juni 1974, tak lama berselang setelah ia gantung sepatu, Fergie resmi memulai debut manajerialnya secara penuh dengan menukangi East Stirlingshire. Usia Fergie kala itu masih cukup muda yakni 32 tahun. Pada masa itu, tren manager muda tidaklah sebanyak sekarang, bahkan boleh dibilang sangat jarang, dan Fergie lagi-lagi menjadi pendobrak tren yang berlaku. Karirnya di East Stirlingshire tak berlangsung lama, karena pada bulan Oktober, St.Mirren datang memberikan tawaran pada Fergie untuk mengisi posisi manager yang lowong. Fergie menyambut tawaran tersebut dengan menandatangani kontraknya selama 4 musim.

Talenta Fergie sebagai seorang manager jempolan mulai terlihat di sini. Bak memilik sentuhan tangan Midas, Fergie menyulap St.Mirren yang semula hanyalah klub kecil yang ditonton paling banter hanya sekitar seribuan orang pada tiap laga kandangnya, menjadi sebuah kekuatan baru sepakbola Skotlandia. Puncaknya pada tahun 1977, St.Mirren dibawanya menggondol gelar juara Liga Skotlandia. Ya benar, Fergie hanya butuh tiga musim untuk mengubah sebuah klub gurem menjadi jawara baru ranah Skotlandia. Sebuah pencapaian yang hebat kalau tak boleh dibilang ajaib. Bukan hanya itu, Fergie juga berhasil mengendus bakat-bakat muda seperti Tony Fitzpatrick dan Billy Stark yang berhasil dipolesnya menjadi bintang besar. Sayang pada tahun 1978, Fergie dipecat dari St.Mirren karena bertikai dengan staff ofisial klub tersebut. Gelar juara rupanya tak dijadikan pertimbangan bagi Presiden klub, Willie Todd, sebelum memecat Fergie. Dia lebih mementingkan keseimbangan internal klub ketimbang talenta jenius Fergie dalam meramu tim. Ribuan suporter mengungkapkan kekecewaannya pada klub setelah mengetahui berita tersebut. Pemecatan ini juga menjadi sejarah, karena sampai saat ini tercatat hanya St.Mirren lah satu-satunya klub yang "berani" memecat Fergie :).

Dibuang St.Mirren, Fergie menemukan pelabuhan barunya di Aberdeen. Ia ditunjuk sebagai pengganti manager mereka, Billy McNeil yang bergabung ke Glasgow Celtics. Aberdeen merasakan sekali bagaimana sentuhan midas Fergie, ketika pada musim keduanya sebagai manager, yakni musim 1979/1980, Aberdeen dibawa Fergie meraih gelar juara Liga Skotlandia. Kunci utama sukses Fergie adalah kedisiplinan, ia tak segan untuk memarahi atau bahkan memberi denda pada pemainnya yang tampil buruk atau berbuat indisipliner. Saking kerasnya watak Fergie, ia mendapat julukan "The Furious Fergie" oleh pemain dan awak media. Bersama Aberdeen, Fergie juga sempat merasakan manisnya gelar Piala Winners dan Piala Super Eropa pada musim 1982/1983. Total sejumlah 3 gelar Liga Skotlandia, 4 Piala Skotlandia, 1 Piala Liga Skotlandia, 1 Piala Winners, dan 1 gelar Piala Super Eropa adalah rentetan raihan trofi yang berhasil dicapai Fergie bersama Aberdeen. Sukses di Aberdeen juga membuatnya dianugerahi gelar kebangsawanan Inggris sebagai Officer of British Empire (OBE) pada tahun 1984.

Glory, Glory Aberdeen with Fergie
Kesuksesan Fergie bersama Aberdeen membuatnya dilirik untuk mengisi jabatan Asisten Pelatih timnas Skotlandia untuk mendampingi Jock Stein. Stein sendiri adalah sosok manager yang diidolakan serta dijadikan panutan oleh Fergie. Tetapi kekaguman Fergie bukan semata karena kesuksesan Stein membawa Glasgow Celtics meraih 9 gelar juara Liga Skotlandia selama 9 musim berturut-turut atau prestasinya membawa Celtics meraih gelar juara Liga Champions Eropa untuk pertama kalinya sepanjang sejarah. Fergie lebih terkagum akan kemampuan manajerial Stein yang sukses meracik tim kuat dan solid hanya dengan bermodalkan talenta-talenta lokal. Makanya kesempatan menjadi asisten Stein, akan dimanfaatkan dengan baik olehnya untuk menimba ilmu kepelatihan sebanyak-banyaknya dari sang idola.

Fergie bersama idolanya, Jock Stein
Yang pertama kali dipelajari Fergie dari sosok Jock Stein adalah pengaruhnya yang sangat besar, baik di lapangan, ketika berlatih, maupun ketika berada di luar lapangan. Kehadirannya selalu terasa dimana pun dia berada. Para pemain seolah mendapat kebanggaan bila Stein menyapanya. Fergie pun mencoba menerapkannya dalam metode kepelatihannya. Dia berusaha memposisikan dirinya menjadi sosok yang paling berkuasa, tidak ada seorang pemain pun yang bisa sembarangan sok akrab dengannya atau pun mencoba mendebatnya. Akan tetapi di sisi lain, Fergie juga berusaha untuk membangun jaringan dengan para pemain dan staffnya. Komunikasi dijalankan dengan baik dengan pemain maupun asisten sampai juga kepada dewan direksi klub. Dengan begitu, Fergie selalu bisa mendapat informasi akurat soal timnya setiap saat tanpa harus kehilangan wibawa di depan pemainnya. Keramahan Fergie dalam berkomunikasi juga diamini oleh Javier "Chicarito" Hernandez yang baru dua musim merumput di Old Trafford:

"He’s also a really nice man. Every day he’ll ask me how I’m feeling, whether I’m okay, whether I need anything. He’s just an unbelievable person and he doesn’t treat you differently whether you’re on the pitch or off the pitch. He recognises that first you are a human being and then you are a football player. He knows that if you’re doing okay in your personal life then you’ll be okay in your profession." - Javier Hernandez

Pelajaran lain yang bisa diambil Fergie dari Stein adalah cara Stein dalam membentuk tim sesuai keinginannya. Asal tahu saja, para petinggi klub biasanya suka ikut campur dalam urusan memilih, membeli dan menjual pemain. Dari Jock Stein, Fergie belajar siasat dalam melakukan lobby-lobby terhadap petinggi klub. Caranya adalah dengan mengajukan saran yang dibuat sedemikian rupa, dengan permainan kata-kata yang agak "menjebak" sehingga pemilik klub akhirnya dibuat tak berkutik untuk menuruti keinginan Fergie. Cara ini pula yang dilakukan Stein saat membentuk tim Glasgow Celtic yang solid.


Thanks God, it's Fergie

“Menurut saya pengaruh yang dimiliki seorang manajer harus sedemikian kuat sehingga terkesan seperti memaksa untuk mendapatkan sebuah keputusan tepat. Lagipula sering sekali keputusan yang penting ditunda- tunda (oleh direksi klub), biasanya karena ini saya selalu melangkahi rapat dewan umtuk mendapatkan apa yang saya inginkan.” - Sir Alex Ferguson

Bersama Stein, Fergie meloloskan The Tartan Army ke putaran final Piala Dunia tahun 1986 di Mexico. Sayang, menjelang turnamen empat tahunan itu dimulai, Jock Stein meninggal dunia. Kesedihan pun menaungi publik Skotlandia yang harus kehilangan salah satu manager legendaris mereka. Tak berlama-lama, Federasi Sepakbola Skotlandia akhirnya menunjuk Fergie sebagai pelatih utama timnas dengan dibantu oleh Archie Knox, yang tak lain adalah asisten Fergie ketika di Aberdeen.

Skotlandia di Piala Dunia 1986, harus puas menempati juru kunci Grup E
Bersama timnas, Fergie gagal menunjukkan kecemerlangannya di Piala Dunia. Skotlandia yang berada di grup maut bersama Jerman Barat, Uruguay dan Denmark harus rontok di fase grup dengan menghuni posisi juru kunci. Buah dari satu kali imbang dan dua kali kalah. Fergie kemudian mengundurkan diri dari posisi pelatih timnas dan kembali ke Aberdeen. Pada fase ini sebenarnya ia sudah mengisyaratkan akan hengkang dari Aberdeen, namun karena belum ada tawaran yang bagus untuknya, ia kembali melatih di Aberdeen.

Fergie pada 6 November 1986, signing his very first contract with Manchester United
Tawaran yang ditunggu-tunggu Ferguson akhirnya datang, adalah Manchester United yang tengah dalam kondisi terpuruk kala itu, datang menghubungi Fergie dan menawarinya untuk menggantikan manager Ron Atkinson yang dipecat. Tidak ketinggalan, Archie Knox juga ikut direkrut sebagai pendamping Fergie. Bersama klub inilah, dikemudian hari, Fergie mencapai kesuksesan terbesarnya serta menjelma menjadi salah satu manager legendaris dalam sejarah sepakbola.

Ini janji Fergie ketika pertama kali datang ke Old Trafford
Kondisi Manchester United saat Fergie datang sangatlah buruk. United tengah terpuruk di lembah degradasi (posisi 21) dan berada dalam kondisi mental yang buruk. Beberapa pemain seperti Bryan Robson juga mengalami masalah kebugaran karena sering mabuk-mabukan. The Furious Fergie pun dituntut harus segera bertindak. Bersama Knox, Fergie menerapkan disiplin ketat serta latihan fisik keras guna mengembalikan kebugaran pemain ke titik prima. Debutnya bersama United pun dimulai ketika Setan Merah menjamu Oxford United yang juga berstatus tim gurem. Hasilnya tidak terlalu bagus, United takluk 0-2 dari Oxford dan semakin terpuruk. Sepekan kemudian, United juga hanya mampu bermain imbang 0-0 dengan Norwich City. Kemenangan perdana Fergie bersama United diperoleh pada 22 November 1986 ketika mengalahkan Queen's Park Rangers dengan skor 1-0 di Old Trafford. Dari pekan ke pekan, performa United makin membaik sampai akhirnya mampu bertengger di posisi 11 pada akhir musim. Satu catatan unik adalah satu-satunya kemenangan away MU pada musim itu didapat atas seteru abadi mereka, Liverpool, dengan skor tipis 0-1.

Untung banner ini tidak digubris oleh dewan klub MU saat itu :p
Tiga musim awal di Manchester, Fergie belum kunjung mampu menghadirkan trofi pertamanya bersama United. Padahal, beberapa pemain hebat seperti Steve Bruce, Paul Ince, Mark Hughes, Gary Pallister, dan Mike Phelan sudah didatangkan. Banner-banner ofensif serta cemoohan dari suporter pun mulai berdatangan, menginginkan Fergie segera diberhentikan dari jabatannya. Toh hal ini tak digubris oleh direksi klub, mereka bergeming dan malah menyatakan kepuasan atas apa yang telah Fergie lakukan pada klub, terutama dari segi disiplin pemain dan pembinaan pemain muda. Dua buah hal yang terus dipertahankan Fergie sampai sekarang.

Gelar pertama akhirnya datang pada musim ke-empatnya di Old Trafford. Melalui pertarungan sengit, MU berhasil menaklukan Crystal Palace 1-0 pada laga replay final Piala FA tahun 1990. Semenjak itu gelar demi gelar terus berdatangan memenuhi lemari trofi di Old Trafford. Dalam rentang 1990-1999 saja, Manchester United bersama Fergie berhasil meraih 5 trofi Liga Inggris, 4 Piala Fa, 1 Piala Carling, 5 kali juara Community Shield, 1 Piala Winners, 1 Piala Super Eropa, 1 gelar Juara Liga Champions, dan 1 gelar Piala Interkontinental (saat itu bernama Toyota Cup). Prestasi-prestasi tersebut yang kemuadian meroketkan kembali pamor MU di pentas sepakbola dunia, setelah sempat tenggelam pasca Tragedi Munich Air Disaster yang menewaskan beberapa pemain legendaris mereka. Pada medio ini juga, United sempat diperkuat pemain-pemain hebatnya seperti Peter Schmeichel, Eric Cantona, Roy Keane, Dion Dublin, Jesper Blomqvist, Dwight Yorke, Andy Cole, Ole-Gunnar Solskjaer, Teddy Sheringham, Dennis Irwin, Jaap Stam, Andrey Kanchelkeis, serta The Class' of 92 yaitu: David Beckham, Ryan Giggs, Paul Scholes, Nicky Butt, Wesley Brown dan Neville Bersaudara.

Class of 92
Yang paling fenomenal tentu saja prestasinya menyabet treble winners (Liga Inggris, Piala FA, dan Liga Champions) pada musim 1998/1999. Di kancah liga domestik, MU sukses dibawa Fergie mengangkangi Arsenal di klasemen akhir hanya dengan selisish 1 poin setelah berhasil mengalahkan Blackburn Rovers 2-1 pada partai pamungkas liga. Sementara di ajang Piala FA, Iblis Merah berhasil keluar sebagai juara setelah menundukkan Newcastle United di final. Sukses Fergie di tahun ini ditutup dengan sangat dramatis ketika berhasil mengalahkan raksasa Jerman, Bayern Muenchen 2-1 pada pertandingan final yang dihelat di Camp Nou.



Bagaimana tidak, hingga menit ke 89, United masih tertinggal 0-1 lewat tendangan bebas Darius Bassler pada menit ke-5. Baru ketika memasuki masa injury time, terjadi kemelut di kotak penalti Muenchen. Bola liar sepakan Ryan Giggs akhirnya berhasil disambar Teddy Sheringham ke pojok gawang Oliver Kahn. Equalisher! Manchester United menyamakan kedudukan, 1-1. Mimpi buruk bagi Muenchen belum berakhir ketika semenit kemudian, Ole-Gunnar Solskjaer mencocor bola sundulan Sheringham di mulut gawang Kahn, dan masuk! Red Devils berbalik unggul lewat dua gol dramatis di masa Injury time dan keluar sebagai jawara Eropa. Treble winners berhasil dipastikan oleh skuad Fergie. Pencapaian yang juga diakui Fergie sebagai hal yang sulit dipercaya. Bahkan pada wawancara setelah partai final itu, Fergie pun masih merasa tak percaya atas apa yang baru saja dilakukan timnya, "I can't believe it. I can't believe it. Football, bloody hell. I can't believe it." tuturnya kala itu. Kesuksesannya membawa MU meraih treble juga membuatnya diganjar gelar kebangsawanan Commander of British Empire (CBE) sehingga resmilah bertambahnya awalan Sir, pada namanya sejak saat itu.

Fergie got the treble!!!
Fergie bersama istrinya ketika dianugerahi gelar CBE
Treble rupanya tak menghentikan passion serta semangat Sir Alex untuk terus meraih gelar bersama United setelahnya. Buktinya meski sempat mengalami pasang surut prestasi, transisi perpindahan pemain serta problem internal dengan beberapa pemainnya seperti Beckham dan Nistelrooy. Dalam rentang 2000-sekarang, Fergie sukses menambah 6 gelar Liga Inggris, 1 trofi Piala FA, 3 Piala Carling, 5 kali juara Community Shield, 1 trofi Liga Champions, dan sekali meraih gelar Piala Dunia Antarklub. Yang paling terkini tentu saja keberhasilannya membawa MU mengangkangi raihan total 18 gelar Liga Inggris milik Liverpool pada musim 2010/2011. Sebuah rekor yang telah bertahan cukup lama, namun akhirnya sukses dilampaui Sir Alex. Ya benar, kini United resmi menjadi klub dengan raihan gelar liga terbanyak, yaitu 19 kali.

CHAMP19NS UNITED!
Total sejumlah 37 gelar bergengsi telah berhasil dipersembahkan Sir Alex bagi Manchester United. Sebuah raihan yang tentunya tidak akan berhenti sampai di situ saja, karena meski telah berusia senja, Sir Alex menegaskan belum mau berhenti menukangi MU. Dirinya mengaku masih memiliki semangat dan motivasi yang sama seperti ketika pertama kali ia datang ke Old Trafford 25 tahun lalu.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan